Luka Modric, Korban Perang yang Jadi Jenderal Tim Kroasia di Piala Dunia 2022, Bikin Brasil Tersingkir!
Luka Modric, Korban Perang yang Jadi Jenderal Tim Kroasia di Piala Dunia 2022, Bikin Brasil Tersingkir! - Luka Modric sekali lagi menunjukkan performa luar biasa di Piala Dunia 2022. Perjalanan hidup gelandang Kroasia itu pun sungguh berliku, hingga meraih kesuksesan luar biasa.
Jumat (9/12/2022) malam WIB di Education City Stadium, Modric sukses membawa timnya menyingkirkan Brasil di babak perempat final berkat kemenangan adu penalti 4-2.
Sebelumnya Kroasia dan Brasil bermain imbang 1-1 di waktu normal dan extra time. Tertinggal lebih dahulu akibat gol Neymar, Kroasia sukses menyamakan skor lewat gol Bruno Petkovic.
Kontribusi Luka Modric
Modric berkontribusi besar terhadap kesuksesan Kroasia mendepak Brasil dari Qatar. Gelandang Real Madrid itu tercatat 139 kali menyentuh bola di sepanjang laga, terbanyak di antara pemain lain.
Selain itu, pemain 37 tahun tersebut juga mengirim 109 umpan, dan 22 kali masuk sepertiga akhir lapangan. Dua-duanya terbanyak di antara pemain lain.
Tak hanya itu, Modric juga sembilan kali memenangi duel, tujuh kali merebut bola, tiga kali melakukan tekel, dan sekali menciptakan peluang.
Baca Juga : Prediksi Inggris vs Prancis 11 Desember 2022
Penampilan luar biasa Modric ini emakin menegaskan bagaimana kemampuan dari pemain kelahiran 9 September 1985 tersebut di atas lapangan, sebuah talenta yang ia miliki dan ia tunjukkan sejak masih di pengungsian.
Ya, Luka Modric memang korban perang yang terkenal dengan sebutan Croatian War of Independence, perang yang memaksanya harus mengungsi untuk menyelamatkan hidup. Bagaimana kisahnya mulai dari pengungsian hingga meraih Ballon d'Or? Simak selengkapnya di bawah ini.
Lahir dan besar di daerah Konflik
Lahir di Zadar pada 9 September 1985, Modric tidak bisa menikmati kenyamanan dan tenangnya hidup pada masa itu. Ketika itu, Kroasia masih menjadi bagian dari Yugoslavia dan sangat rawan akan konflik.
Di masa kecilnya, Modric lebih sering hidup bersama kakeknya, Luka Modric Sr karena kedua orang tuanya menghabiskan waktu yang begitu banyak dengan bekerja di sebuah pabrik rajut di dekat tempat tinggalnya, di daerah pegunungan Velebit. Hidup bersama Luka Sr ini juga yang membuatnya begitu mencintai sepak bola pada akhirnya.
Setiap pagi Luka Sr membawa ternaknya ke sebuah bukit. Sementara Luka Modric yang berusia enam tahun, bermain bola bersama kawan-kawannya di sekitar rumah.
Namun duka datang pada 9 Desember 1991 ketika kakeknya ditangkap dan dibunuh secara kejam oleh tentara Yugoslavia. Saat itu, tensi perang memang mencapai puncaknya setelah Kroasia memutuskan untuk memerdekakan diri dari Yugoslavia.
Kakek Modric ditangkap ketika sedang membawa ternaknya ke perbukitan. Ia bersama lima warga desa Modrici ditangkap oleh tentara Serbia berseragam Yugoslavia dan membunuhnya secara sadis. Pembunuhan ini juga banyak disebut sebagai salah satu dari pembuka konflik di negara Balkan.
Setelah itu, tentara Serbia menyerbu tempat tinggal Modric dan membakar seluruh rumah penduduk. Perang itu pun membuat Modric sekeluarga harus pergi dan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Tangguh karena ditempa perang
Hidup di pengungsian yang jauh dari tempat tinggalnya membuat Luka Modric juga harus menyesuaikan diri. Tinggal di sebuah rumah susun di daerah Kolovare, Modric kerap menghabiskan waktunya dengan bermain bola di tempat parkir. Di tempat pengungsian ini pula Modric bertemu dengan Marko Ostrij, yang kelak juga akan menjadi pesepakbola profesional.
Karena seringnya bermain sepak bola dengan begitu bersemangat, suatu waktu salah satu pekerja yang juga tinggal di rumah susun itu menghubungi direktur NZ Zadar, Josip Bajlo. Dalam percakapannya, si pekerja tersebut meminta Josip untuk melihat langsung permainan Modric yang saat itu berusia tujuh tahun.
Setelah melihat langsung, Josip pun tertarik dengan talenta Modric dan menawarkannya untuk segera daftar di sekolah dasar dan akademi Zadar. Sempat kesulitan karena kondisi ekonomi keluarga yang buruk, Modric pada akhirnya bisa bersekolah dan masuk akademi olahraga setelah dibantu oleh pamannya.
"Saya masih ingat bagaimana orang bercerita tentang bocah kecil hiperaktif yang setiap pagi menendang bola ke tembok parkir hotel pengungsi, bahkan ia tidur dengan bola itu," kata Bajlo kepada AFP.
"Saya tidak perlu berpikir lama untuk mengontrak dan melatihnya bersama tim bocah NK Zadar. Sejak hari pertama di pemusatan latihan, Modric menjadi pemain menonjol."
Setelah bertahun-tahun bersama NZ Zadar, Modric yang saat itu berusia 12 tahun pun sempat mencuri perhatian Hajduk Split, yang merupakan klub idolanya. Namun pada akhirnya Split batal untuk mengontraknya dengan alasan kondisi fisik dari Modric tak meyakinkan.
Mendapatkan penolakan dari klub idolanya itu membuat Modric sempat sangat kecewa dan patah semangat dan kehilangan antusiasme bermain sepakbola untuk waktu yang lama.
Namun setelah vakum cukup lama, kepala akademi NZ Zadar, Tomislav Basic menemui dirinya dan memberikan semangat kepada Modric serta membantu mengembalikan kepercayaan dirinya. Pada usia 15 tahun, Modric kemudian bergabung dengan Dinamo Zagreb.
Memulai karier di Dinamo Zagreb
Ketika memasuki usia 18 tahun, atau sekitar tahun 2003 silam, Luka Modric semakin menunjukkan talentanya, namun Zagreb memutuskan untuk meminjamkannya ke sebuah klub Bosnia, Zrinjski Mostar, di mana pada saat itu dia terpilih menjadi Bosnian and Herzegovinian League Player of the Year.
Gemilang di Bosnia, Dinamo Zagreb masih belum begitu percaya pada kemampuan Modric dan kembali meminjamkannya. Kali ini dipinjamkan ke klub Kroasia, Inter Zapresic. Menghabiskan satu musim di sana, Modric mampu membantu Inter menjadi runner up liga Kroasia dan mendapatkan penghargaan Croatian Football Hope of the Year.
Pada tahun 2005, akhirnya Modric kembali ke Dinamo Zagreb. Setelah dua masa peminjaman yang sukses, Modric pun mendapatkan sodoran kontrak jangka panjang di sana. Tak tanggung-tanggung, Zagreb menyodorinya kontrak berdurasi 10 tahun, yang pada akhirnya membuatnya mampu membelikan rumah baru untuk keluarganya.
Di tahun pertamanya bersama tim utama Dinamo Zagreb, Modric mampu membantu memenangi liga dan mencetak tujuh gol dalam 31 pertandingan. Di musim selanjutnya, Modric kembali tampil gemilang dan mulai mendapatkan perhatian dari beberapa klub besar Eropa seperti Barcelona, Arsenal dan juga Chelsea.
Karier di Eropa
Bukan Barcelona, Arsenal atau pun Chelsea yang pada akhirnya mendapatkan tanda tangan Modric. Tim yang beruntung adalah Tottenham Hotspur yang saat itu dilatih Juande Ramos. Modric memutuskan gabung Spurs setelah chairman Daniel Levy terbang ke Zagreb dan berbicara langsung untuk meyakinkannya bergabung dengan klub asal London Utara tersebut.
Setelah sepakat dengan kontrak enam tahun dan biaya transfer senilai 16,5 juta poundsterling, Modric akhirnya resmi menjadi pemain Tottenham Hotspur pada 26 April 2008.
Meskipun memiliki start yang lambat dan mendapatkan banyak kritik di awal kedatangannya di Premier League, namun Modric menjadikan itu sebagai cambuk untuk lebih baik. Ditempa di sebuah negara perang benar-benar mampu menjadikannya pemain yang tangguh dan bermental baja.
Setelah kesulitan karena pelatih Juande Ramos memainkannya sebagai sayap kiri, Modric mulai tampil gemilang ketika Spurs dilatih Harry Redknapp. Redknapp menyadari potensi besar Modric dan mengembalikannya ke posisi terbaiknya sebagai gelandang tengah. Puncaknya adalah ketika ia terpilih sebagai pemain terbaik Tottenham musim 2010-2011.
Bersama Spurs, Modric tampil di 127 pertandingan dan mencetak 13 gol. Catatan apiknya bersama Spurs itu pula yang membuat Real Madrid akhirnya kepincut dan meminangnya pada musim panas 2012.
Gabung Real Madrid dan bergelimang prestasi
Pada 27 Agustus 2012, Real Madrid mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kata sepakat dengan Tottenham mengenai transfer Luka Modric. Gelandang Kroasia tersebut didatangkan dengan biaya 30 juta poundsterling dan menandatangani kontrak berdurasi lima musim bersama raksasa Spanyol itu.
Bersama Real Madrid, Luka Modric menunjukkan bakat besarnya sebagai gelandang kelas dunia. Di musim pertamanya, ia membantu Los Blancos memenangi Supercopa de Espana.
Setelah minim trofi di musim pertama, Real Madrid mampu tampil gemilang, terutama di panggung Eropa. Di musim keduanya, Modric membantu Real Madrid memenangi trofi Liga Champions ke-10 mereka dan Modric masuk UEFA Champions League Team of the Season.
Pada 2014, Luka Modric menandatangani kontrak baru bersama Real Madrid yang membuatnya bertahan hingga 2018. Dengan kepergian Xabi Alonso, Modric mendapatkan partner baru pada diri Toni Kroos pada musim 2014-2015. Namun pada musim ini juga, performa Modric banyak diganggu cedera yang menghalanginya menampilan penampilan terbaik.
Setelah pulih, Modric kembali tampil gemilang. Total hingga saat ini, tercatat Modric membantu Real Madrid memenangi lima trofi Liga Champions, tiga gelar La Liga, empat trofi Piala Super Eropa, empat gelar Piala Dunia Antarklub, satu gelar Copa del Rey dan empat gelar Supercopa de Espana.
Puncak dari prestasinya terjadi pada musim 2017-2018. Setelah membantu Real Madrid memenangi Liga Champions untuk kali ketiga beruntun, Modric menjadi kapten Kroasia di Piala Dunia 2018 dan membawa negaranya itu tampil di partai final untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Prestasi itu juga yang membuatnya terpilih menjadi pemain terbaik Piala Dunia 2018. Bukan itu saja, ia juga memenangi UEFA Men's Player of the Year Award dan juga The Best FIFA Men's Player 2018.
Mampukah bawa Kroasia juara Piala Dunia?
Kini, Modric sekali lagi menjadi jenderal permainan Kroasia di Piala Dunia. Secara luar biasa, sejauh ini ia sukses membawa negaranya melaju hingga semifinal.
Modric berandil membawa Kroasia memuncaki Grup F sebelum dua kali lolos lewat drama adu penalti, masing-masing melawan Jepang di 16 besar dan Brasil di perempat final.
Menarik dinanti akankah Modric berhasil membawa Kroasia kembali tampil di partai final seperti empat tahun lalu. Bahkan, akankah ia bakal membawa Kroasia menjadi juara dunia untuk kali pertama? Kita nantikan bersama.